Genderang perang untuk melawan Pandemi COVID-19 sudah ditabuh sejak awal Maret lalu. Kala itu, negeri ini harus menghadapi kenyataan bahwa virus COVID-19 sudah datang dan tengah memperkuat cengkramannya di bumi pertiwi. Tidak ada kata lain yang keluar dari pemerintah selain serang dan menang. Gelaran perang untuk menumpas virus itu dilakukan melalui berbagai taktik, salah satunya adalah dengan menerapan kebijakan tatanan kehidupan baru alias The New Normal.
Menarik kebelakang, pernah berdiri salah satu kerajaan mashyur di Indonesia, Majapahit. Wilayah kekuasaan yang dimiliki pada zaman keemasannya mencapai Semenanjung Malaya (Malaysia) hingga sebagian dari wilayah Kepulauan Filipina.
Memilih Trowulan sebagai Ibu kotanya, Majapahit terus berkembang menjadi Kerajaan yang disegani oleh kerajaan tetangga dan juga mancanegara. Bahkan pasukan Mongolia dibawah kepemimpinan Kaisar Kubilai Khan yang berambisi menaklukkan Pulau Jawa, dipukul mundur oleh Raden Wijaya, Raja Majapahit.
Zaman kejayaan menggelegak kala Mahapatih Gajah Mada masuk ke dalam pemerintahan. Mantan pemimpin prajurit khusus Majapahit, Bhayangkara itu berhasil mengharumkan nama Majapahit melalui Sumpah Palapa-nya.
Dalam sumpahnya, dia berjanji tidak akan hidup bahagia sebelum bisa menyatukan nusantara di bawah Panji Majapahit. Karena itu pula, Gajah Mada tidak memilki keturunan, karena memilih untuk hidup “prihatin” demi kerajaannya.
Karena kerja kerasnya, Majapahit berhasil mengibarkan benderanya dan terus memperkuat wilayah laut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kerajaan Majapahit.
Nah, kemajuan yang ada di Indonesia saat ini, tidak dapat dilepaskan dari laku hidup prihatin yang dijalankan oleh segenap pahlawan bangsa terdahulu. Jika Majapahit ketika berperang memilki gelar atau taktik perang Cakrabyuha, Supit Urang ataupun Diradameta untuk bisa memenangkan peperangan, saat ini taktik yang digunakan adalah The New Normal.
The New Normal, Sebuah Taktik Perang
Dalam peperangan kali ini, Indonesia tengah melawan “musuh” yang tidak terlihat mata, COVID-19. Alhasil perang yang kerap terlihat adalah perang melawan diri sendiri untuk bisa meningkatkan imunitas tubuh sekaligus menjaga jarak sosial demi meraih kemenangan.
Apalagi jika melihat sejarah, bangsa ini memang sudah memiliki darah pemenang di dalam setiap jalan kehidupannya.
Laku new normal merupakan tatanan kehidupan baru yang diharapkan mampu menangkal virus sekaligus membangun peradaban baru, peradaban yang lebih disiplin dan juga tertib.
Orang nomor satu di Republik ini, Presiden Joko Widodo pernah mengatakan, dengan menjalankan The New Normal, kehidupan baru dimulai, kehidupan yang tetap waspada dengan virus namun bisa menjaga produktivitas dengan baik.
Memang tidak ada pilihan lain selain maju dan juga berperang melawan COVID-19. Senjata yang dinamakan tatanan kehidupan baru itu diharapkan mampu membawa negeri ini ke tingkat yang lebih baik, terlebih Indonesia baru saja dimasukkan ke dalam kelompok Negara maju berdasarkan data dari Bank Dunia.
Bentuk semangat untuk melawan COVID-10 juga terlihat dari upaya dari masing-masing Badan Usaha MIlik Negara (BUMN), termasuk di dalamnya IPC.
Sebagai dirigen dalam dunia pelabuhan nasional, IPC juga terus mengharmonisasikan segala kebijakannya agar produktivitas perusahaan tetap terjaga di tengah peperangan melawan COVID-19.
IPC Pun Siap Berperang
Salah satu langkah kongkrit yang dilakukan adalah dengan mempercepat proses digitalisasi pelabuhan. Tahapannya sendiri sebenarnya sudah dimulai jauh sebelum munculnya pandemi. Lima tahun yang lalu, perusaaan sudah menerapkan, Port Community Systems (PCS).
Dengan langkah tersebut, IPC mampu memberikan wadah pertukaran informasi dari setiap pemangku kepentingan di dunia pelabuhan melalui PCS. Sebagai catatan, dalam dunia pelabuhan dan logistik tanah air, terdapat 18 institusi yang saling bersinergi dalam mata rantai sistem logistik nasional, termasuk IPC.
Melalui PCS, semua pihak yang terafiliasi dalam sektor pelabuhan dapat melakukan pertukaran data dan dokumen secara cepat, aman dan transparan. Penerapan sistem tersebut merupakan bagian dari rencana besar IPC untuk bertransformasi menjadi pelabuhan yang sepenuhnya digital.
Sama seperti pelabuhan-pelabuhan lain yang beroperasi di banyak negara maju. Membincang transformasi, tidak hanya sistem yang akan dikembangkan oleh perusahaan. IPC juga akan membentuk ekosistem digital di mana unsur manusia dan juga teknologi berpadu di situ.
Direktur Utama IPC Arif Suhartono pernah mengatakan bahwa transformasi menuju digitalisasi di pelabuhan tidak hanya terbatas pada penerapan teknologi, namun juga menyangkut proses dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
“Kuncinya adalah kolaborasi. Butuh komitmen kuat semua pemangku kepentingan untuk mempercepat digitalisasi kepelabuhanan,” katanya di Jakarta.
Di lingkup internal, IPC telah menerapkan sistemisasi dan menggunakan aplikasi digital, baik di sisi laut maupun di sisi darat yang mencakup terminal pelabuhan, pergudangan serta area pendukung lainnya.
Pada sisi laut, perusahaan memanfaatkan teknologi inaportnet serta aplikasi digital lain seperti VMS, VTS, MOS, SIMOP untuk aktivitas labuh, kapal pandu, kapal tunda, kepil dan tambat. Sementara di sisi terminal ada aplikasi TOS, NPK TOS, dan Car Terminal Operating untuk kegiatan bongkar muat serta pemindahan barang.
Sedangkan di area pendukung IPC sudah memanfaatkan aplikasi Behandle Operating System, Warehouse Operating System, serta Autogate System. Untuk eksternal, khususnya bagi para pengguna jasa pelabuhan, sejak beberapa tahun lalu IPC sudah memperkenalkan platform e-Service yang memudahkan pelayanan secara online. E-service tersebut diantaranya layanan registrasi, booking, billing, tracking, pembayaran, dan pengaduan pelanggan (e-care).
Nah, saat Pandemi seperti sekarang, dengan amunisi berupa digitalisasi, IPC mampu menjamin kelancaran layanan kepelabuhan, sehingga mampu mendukung skenario pemulihan ekonomi yang digaungkan oleh pemerintah.
Perseroan sendiri terus mengarahkan setiap pihak yang berhubungan dengan jasa pelabuhan menggunakan fasilitas e-service. Hal itu dimaksudkan agar proses bisnis bisa tetap berjalan dan penyebaran virus bisa selalu terkendali.
“Di era normal baru ini, pemanfaatan platform e-Service akan diperkuat. Kami mendorong pengguna jasa terus memanfaatkan e-Service dan melanjutkan kebiasaan-kebiasaan baru yang sesuai dengan penerapan protokol kesehatan, di mana aktivitas pertemuan langsung atau tatap muka diminimalisir,” jelas Arif.
New Normal Saatnya Beralih
Dengan penerapan new normal yang terjadi di beberapa wilayah, suka tidak suka, mau tidak mau semua pihak memang harus ikut berkontribusi di dalamnya. Apalagi Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah mengatakan bahwa Indonesia berada dibayang-bayang resesi akibat pandemi.
Oleh karena itu, melalui penerapan layanan elektronik kepelabuhanan, diharapkan mampu membawa Indonesia ke posisi yang lebih baik lagi. Kontribusi usaha dari sektor logistik yang termasuk di dalamnya lapangan usaha transportasi dan juga pergudangan setiap tahunnya berada dikisaran 5%.
Dengan adanya digitalisasi pelabuhan, diharapkan kontribusinya bisa tetap terjaga atau bahkan meningkat. Maklum, dengan mengandalkan layanan elektronik, proses bongkar muat dan waktu tunggu kapal bisa menjadi lebih cepat.
Sehingga kapasitas secara volumenya bisa digenjot menjadi lebih kencang lagi. Selain itu, dengan digitalisasi pelabuhan juga, bisnis bisa berjalan seperti biasa namun tetap bisa menjaga protokol kesehatan, karena jaga jarak sosial bisa lebih dikendalikan.
Menyoal bisnis pelabuhan tidak dapat mengandalkan hanya satu sektor saja. Industri ini berjalan sesuai dengan sepak terjang ekonomi dunia dan juga negara. Jadi ketika negara lain sudah memutuskan untuk menjalankan bisnisnya secara digital demi mengurangi pandemi, negeri ini sudah siap untuk ikut berkontribusi dalam kancah perdagangan internasional.
Untuk itu, pemanfaatan teknologi merupakan harga mati yang harus dilakukan. Perseroan sudah mengkaji untuk bisa menggunakan salah satu teknologi tingkat tinggi dalam hal data, yakni blockchain dalam penerapan bisnis kedepannya.
Beberapa pelabuhan di Uni Emirates Arab (UAE) juga sudah menggunakan teknologi tersebut dalam layanan pelabuhan. Seperti penerapan blokchain di Pelabuhan Abu Dhabi. Alhasil biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh pelabuhan di Jazirah Arab tersebut dapat diminimalisir. Mereka menggunakan platform yang diberi nama Silsa yang pada akhirnya mampu meningkatkan keamanan data pelabuhan.
Selain itu, dengan beralih ke sistem digital, biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan logistik juga semakin kecil.
Karena semuanya nanti akan bisa digerakkan secara otomatis melalui robotic. Kondisi seperti ini bisa menjadi berkah jika semua pihak mau bersama-sama berupaya untuk mewujudkannya.
Beri Stimulus
Agar bisa memenangkan peperangan ini, perusahaan juga melakukan relaksasi di beberapa sektor. Salah satunya adalah dengan mengendurkan tarif secara terbatas kepada pengguna jasa, baik itu pemilik ataupun pengelola peti kemas.
Relaksasi tarif ini diberikan selama masa pandemi berlangsung. Perusahaan sebagai induk usaha juga sudah menginstruksikan kepada seluruh entitas usahanya untuk memberikan keringanan terbatas atas layanan peti kemas mulai dari bulan Mei hingga 19 Juli 2020.
Melalui hal tersebut, diharapkan dapat memberikan angin segar kepada pelaku bisnis yang saat ini sedang mengalami kesulitan akibat masih berlangsungnya pandemi.
Arif menambahkan, relaksasi ini merupakan tindak lanjut dari permintaan dunia usaha yang mengharapkan keringanan biaya jasa kepelabuhanan selama masa pandemi. Kebijakan tersebut menjadi stimulus bagi pelaku usaha logistik untuk keberkelanjutan bisnisnya.
“Ini juga merupakan partisipasi IPC dalam mendukung kebijakan pemerintah untuk melakukan relaksasi demi keberlangsungan dunia usaha,” ujarnya.
Sebagai contoh implementasi dari kebijakan tersebut, General Manager Terminal Peti Kemas Koja, Hudadi Soerja Djanegara menjelaskan bahwa pengurangan tarif telah diberlakukan di Terminal Peti Kemas Koja untuk sementara waktu di masa pandemi. Relaksasi ini berupa diskon terhadap layanan peti kemas kosong.
“Diskon bisa diberikan melalui perjanjian B to B antara terminal dengan pemilik atau pengelola peti kemas, dalam hal ini adalah perusahaan pelayaran,” jelasnya.
Hudadi menjelaskan, keringanan terbatas juga diberlakukan untuk layanan storage (penyimpanan) peti kemas kosong. Selain itu, TPK Koja juga memberikan perpanjangan waktu pembayaran atas layanan bongkar muat yang diberikan TPK Koja.
“Saat situasi normal, pengguna jasa wajib melakukan pembayaran maksimal delapan hari kerja sejak tagihan (invoice) diterima. Dengan adanya pandemi COVID-19, kami memberikan kelonggaran, di mana pembayaran bisa dilakukan hingga 14 hari kerja, terhitung sejak tagihan mereka terima,” urainya. (IPC)
Leave a Reply