Mendaki gunung atau hiking dapat dikatakan bukanlah sebuah hobi yang mudah. Karena bukan hanya menuntut fisik yang kuat, mereka yang ingin naik gunung juga harus mempersiapkan ketahanan mental. Apakah mereka bisa bertahan dengan rasa lelah yang lebih intens dari biasanya atau memilih untuk menyerah dan turun gunung.
Berkecimpung di industri kepelabuhanan yang dekat dengan laut dan perkotaan membuat kerinduan akan sejuknya udara pegunungan serta jalanan terjal berbatu yang kerap basah karena hujan. Hal tersebut yang dirasakan oleh sejumlah pecinta alam yang tergabung di lingkungan IPC.
Berdiri sejak tahun 2014, komunitas yang menamai diri mereka Komunitas Ubur-ubur ini telah mengunjungi beberapa destinasi hiking seperti dataran tinggi Dieng, Kawah Ratu Gunung Salak, Gede Pangrango, dan Gunung Papandayan. Tak hanya untuk bersenang-senang dan menghindari stres karena bekerja, aktivitas mendaki juga menjadi medium bagi Komunitas Ubur-ubur untuk menyuarakan kepedulian terhadap alam. Pada setiap aktivitas “nanjak”, komunitas yang beranggotakan 60 orang ini selalu mengkampanyekan untuk tidak membuang sampah di area hiking dan untuk tidak merusak alam.
Tak hanya melihat tinggi ke puncak-puncak gunung, kita juga harus senantiasa melihat dalam ke dasar-dasar lautan. Menilik data terumbu karang yang dirilis Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Oseanografi pada bulan Juli lalu, terdapat 390 atau 33,82 persen terumbu karang Indonesia masuk kategori buruk. Kemudian, 431 terumbu karang atau 37,38 persen masuk kategori sedang, 258 terumbu karang atau 22,38 persen masuk kategori baik dan 74 terumbu karang atau 6,42 persen masuk kategori sangat baik.
Terkait kondisi tersebut, pada tahun 2017, Komunitas Ubur-ubur pernah dipercaya untuk menjalankan amanat melakukan kegiatan penanaman Terumbu Karang di perairan Pulau Pramuka, salah satu Kawasan Perairan Kepulauan Seribu Jakarta Utara. Kegiatan ini adalah perwujudan komiten Komunitas Ubur-ubur sebagai insan bahari yang peduli pada negeri ini, khususnya kawasan perairan yang merupakan kawasan terluas di bumi Nusantara.
Dalam setiap kegiatan, Komunitas Ubur-ubur selalu berupaya untuk memaknainya. Sebagai contoh, pada saat mendaki gunung, kita selalu melihat ke bawah. Ini mengingatkan kita agar selalu waspada akan kondisi jalan di depan kita. Lalu seringkali dalam keadaan hujan, jalanan membelah hutan yang berbatuan licin dan memberikan tantangan tersendiri. Dari situ kita bisa memahami untuk tidak selalu melihat ke atas. Dengan menunduk atau melihat ke bawah, kita menjadi lebih mawas diri dan lebih banyak bersyukur. (IPC)
Leave a Reply